Rabu, 22 Desember 2010

Gagasan

Reborn The Moslem Scholars to Answer The Chalengges on The Contemporary World

Oleh: Rinrin Marlia Azhary

BAB I. PENDAHULUAN

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…”. (Q.s. [3] Ali ‘Imran:110)

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Era globalisasi dewasa ini dan di masa datang sedang dan akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat, khususnya Indonesia. Bahwa masyarakat tidak bisa menghindarkan diri dari proses globalisasi tersebut, apalagi jika ingin survive dan berjaya di tengah perkembangan dunia yang kian kompetitif di masa kini dan masa depan.

Dilihat dari tuntutan internal dan tantangan ekternal global, maka keunggulan-keunggulan yang mutlak dimiliki bangsa dan negara Indonesia adalah penguasaan atas sains dan teknologi dan keunggulan kualitas sumber daya manusia (SDM). Penguasaan sains dan teknologi, sebagaimana terlihat dalam pengalaman banyak negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman dan sebagainya, menunjukkan bahwa sains teknologi merupakan salah satu faktor terpenting yang mengantarkan negara-negara tersebut kepada kemajuan.

Namun penguasaan tersebut juga harus dibarengi dengan perspektif etis dan panduan moral. Sebab, seperti terlihat dalam pengalaman negara-negara maju, kemajuan dan penguasaan atas sains teknologi yang berlangsung tanpa perspektif etis dan bimbingan moral akan menimbulkan berbagai dampak negatif, yang membuat manusia semakin jauh dari eksistensi spritualnya yang nantinya akan menciptakan masalah-masalah kemanusiaan yang cukup berat, diantaranya krisis nilai-nilai etis, alienasi, kekosongan nilai-nilai rohaniah, dan sebagainya.

Disinilah peran Intelektual muda sebagai generasi penerus perlu ditingkatkan, tuntutan globalisasi tidak mungkin dihindari. Maka salah satu langkah bijak, kalau tidak mau dalam persaingan, adalah mempersiapkan generasi muda agar “tidak ketinggalan kereta”

Tulisan ini sekadar sebagai pengantar dalam pelatihan Darul Arqam Madya IMM Ciputat tentang Melahirkan kembali intelektual/mahasiswa islam dalam menghadapi tantangan dunia kontemporer yang diharapkan dapat menggugah kesadaran generasi muda sekarang untuk menyadari kekeliruannya selama ini dan bangkit kembali memainkan peran-peran strategis dalam mengatur dan memimpin kehidupan.

PEMBAHASAN

1. Tantangan Global pada masa kini

Proses Globalisasi Globalisasi merupakan perkembangan kontemporer yang mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung. Pengaruh globalisasi dapat menghilangkan berbagai halangan dan rintangan yang menjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lain.[1] Adapun perumusan masalah sebagai dampak global dalam menghadapi dunia kontemporer adalah sebagai berikut:

a. Neo-Imperialisme

Pada era 1950-an, bangsa Muslim di muka bumi telah mengakhiri penjajahan (imperialisme) fisik dari bangsa Barat. Pertanyaan yang diajukan oleh Guru Besar Cairo University, Pertanyaan Prof. Hasan Hanafi cukup membuat umat Islam terhenyak: “Mengapa gerakan pembebasan tanah air berhasil melepaskan diri dari penjajahan militer tetapi gagal mempertahankan kemerdekaaan ekonomi, politik, kebudayaan dan peradaban?”.

Inilah penjajahan di alam modern yang dialami oleh bangsa Muslim pasca penajahan fisik yang di kenal dengan neo-imperaialisme, yang mempunyai agenda antara lain adalah kapitalisasi, liberalisasi, dan globalisasi.

Penjajahan model ini jauh lebih dahsyat dampak negatifnya dibandingkan penjajahan pada era kolonialisme fisik. Kedaulatan ekonomi dan politik menjadi ketergantungan ekonomi dan politik terhadap Barat yang berbasis pada kapitalisme dan liberalisme. Tidak hanya itu, dampak lebih luas dari neo-imperalisme adalah terkikisnya nilai-nilai luhur kebudayaan lokal, identitas bangsa. Dengan kata lain, agama dan adat timur bangsa telah digeser oleh nilai-nilai universal Barat.

b. Clash of Civilization (Benturan Peradaban)

Clash of civilization adalah tindak lanjut Perang Salib yang terjadi di abad 11-12 M. Barat (terutama AS) memposisikan Islam sebagai musuh utama yang harus dilumpuhkan dengan berbagai cara. Kepentingan global Barat dalam Clash of civilization sesungguhnya adalah dominasi ekonomi dan politik atas seluruh negara non-Barat. Untuk melancarkan kepentinganya itu, Barat memakai banyak cara, dari yang paling halus sampai yang paling berdarah-darah. Cara halus Barat mengukuhkan hegemoninya diantaranya melalui rezim pengetahuan. Rezim pengetahuan yang diciptakan Barat tidak memberi ruang yang bebas kepada pengetahuan lain untuk berkembang. Generasi terdidik di negara berkembang diarahkan sedemikian rupa menjadi agen dan penjaga sistem pengetahuan Barat. Dan bukan hanya cara berfikir saja yang diarahkan, tetapi gaya hidupnya pun dikendalikan.[2]

c. Isu Terorisme

Aktualiasi paling kontemporer dari clash of civilization adalah isu terorisme yang sedang gencar-gencarnya dipropagandakan Barat untuk menyudutkan dan mendiskreditkan Islam. Dipicu oleh serangan 11 September atas World Trade Cantre (WTC), AS dan sekutunya seakan mempunyai mandat penuh untuk menyerang kelompok-kelompok Islam yang dinilai radikal dengan dalih memberantas terorisme. Agresi AS di Afganistan dan Irak adalah bagian dari perang melawan terorisme yang dilakukan AS dan Barat.

Perang melawan terorisme hanyalah sekadar dalih dari ambisi AS dan Barat untuk menguasai negara-negara Muslim yang selama ini potensial untuk melakukan perlawanan terhadap Barat. Dan yang lebih menyedihkan, agenda perang melawan terorisme itu diterima oleh mayoritas negara-negara Muslim sebagai agenda bersama. [3] Bahkan pemerintah RI langsung meresponnya dengan mengeluarkan UU anti terorisme yang menimbulkan kontroversi itu serta tidakan-tindakan lain yang menyudutkan umat Islam seperti rencana membuat sidik jari santri dan lain-lain.

Dampak isu terorisme yang dialami oleh umat Islam yang tinggal di Barat sungguh besar. Gerakan mereka selalu dicurigai dan yang lebih menyakitkan adalah stigma sebagai kelompok teroris yang berpengaruh terhadap relasi sosial mereka.

Generasi Muda dan Tantangan Global

Kini kita memasuki era globalisasi, tantangan dan rintangan dakwah pun makin kompleks. Era globalisasi saat ini selain membawa arus modernisasi, juga membawa arus liberalisasi, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan bahkan agama. Kita sedang mengahadapi dunia yang tidak adil. Belum lagi perampokan (KKN) di negeri ini sudah menjadi habit, susah untuk di rubah, kecuali di potong tangannya, rakyat sudah jenuh ketika melihat kasus perampokan 6,7 triliun yang dipolitisasi.

Oleh sebab itu generasi muda muslim harus ikut andil dalam memberantas kemungkaran-kemungkaran tersebut. Dan diharapkan generasi muda muslim melakukan lompatan-lompatan pemikiran yang lebih maju (progresif), karena dalam catatan sejarah, gerakan muda di Indonesia selalu berada dalam barisan depan dalam perubahan sosial.

Namun, gerakan muda saat ini cenderung tidak memiliki fokus dan visi bersama, bahkan mulai terkotak-kotak. Mereka lebih disibukkan oleh isu-isu yang bersifat lokal atau hanya berkaitan dengan masalah internal. Karena itu, gerakan mahasiswa misalnya, perlu direvitalisasi agar bisa menjawab berbagai permasalahan kerakyatan dan kebangsaan.

Secara bersama-sama, generasi di era sekarang perlu melakukan beberapa model gerakan yang bisa ditawarkan untuk menghadapi tantangan kontemporer negeri ini.

Pertama, gerakan spiritual. Kaum muda perlu mempunyai sikap dan budaya kerja yang di dasarkan pada nilai spiritual. Adapun tentang keyakinan, kaum muda haruslah memegang keyakinannya (idealismenya) tidak hanya pada tataran lisan, namun juga mempraktikan nilai-nilai keyakinannya yang bersumber dari agama ataupun norma masyarakat.

Kedua, gerakan intelektual. Generasi muda merupakan aktor intelektual yang bergerak dengan intelek pula. Memaksimalkan potensi kecerdasannya untuk menerapkan gagasan-gagasan cerdas dalam mengatasi permasalahan di masyarakat sesuai dengan bidangnya merupakan contoh gerakan intelektual. Turunannya adalah menciptakan dan menyebar kebudayaan tinggi dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta berperan dikancah internasional

Ketiga,gerakan kultural. Kaum muda harus membumi dan bekerja bersama rakyat. Advokasi dan kegiatan bersama masyarakat harus menjadi pilihan. Bila kita lihat kembali banyak sekali kaum intelektual muda yang terperangkap dalam dunia idealismenya sendiri. Dia terperangkap dalam dunia ideal yang dibangunnya yang dunia itu sama sekali tidak memiliki relevansi dengan kondisi real masyarakatnya. [4]

Misalnya dalam tataran mahasiswa, seperti aksi unjuk rasa, yang terkadang bagi sekelompok mereka menjadi “hobi” dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat, seingga belakangan tidak terlalu menarik simpati masyarakat, bahkan mendapatkan antipati dari mereka.

Alangkah efektifnya, jika proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (community development) bisa dijadikan gerakan nasional oleh semua elemen generasi muda, misalnya setiapap organisasi kepemudaan/mahasiswa bisa diarahkan untuk memiliki masyarakat binaan agar dikembangkan potensinya.[5] Bidang spesifik yang digeluti bisa dari sisi kewirausahaan untuk mengentaskan kemiskinan, pendidikan untuk mengurangi buta huruf, atau teknologi untuk efektivitas kerja penduduk. Dengan demikian, mahasiswa benar-benar melayani rakyat.

Keempat, gerakan struktural. Selama ini gerakan kaum muda selalu vis a vis dengan negara. Namun, sebenarnya bekerja sama dengan insitusi negara untuk mendukung kerja-kerja gerakan sudah saatnya dijadikan opsi. Bagaimanapun sebuah gerakan tidak akan efektif jika tidak bekerja sama dengan pihak-pihak yang berkepentingan. misalnya sebuah jaringan ke public birokrasi pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif ataupun perusahaan, pengusaha ataupun sektor-sektor swasta. Contoh bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah mengadakan seminar-seminar dengan mengundang KPK untuk pencerdasan dan penyadaran mahasiswa, terlait KKN. Sedangkan lembaga kepemudan/kemahasiswaan sendiri turut serta untuk mensosialisasikan wacana anti KKN kepada masyarakat luas.

Kelima, gerakan massa. Gerakan-gerakan sosial seperti aksi jalanan atau demonstrasi sebagai satu model ekspresi kritik sosial atas kebijakan publik dan politik tetaplah penting. Ketika aspirasi tidak lagi didengar, kedzaliman penguasa telah nampak, keadilan jelas-jelas tidak ditegakkan, maka aksi massa menjadi alat yang sah dalam menyampaikan aspirasi. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjalani aksi massa dalam konteks kekinian adalah pertama, motivasi gerakan tersebut memihak kepada rakyat, bukan profit finansial ataupun keuntungan sepihak lainnya. Kedua, apakah gerakan massa mendasarkan perjuangan atas penghargaan kepada hukum positif yang adil sehingga bisa terhindar terhadap anarkisme dan aksi kekerasan. Ketiga, seiring dengan prinsip di atas, apakah gerakan massa konsisten mendahulukan perjuangan melalui legal means, dalam pengertian jalur-jalur agregasi dan artikulasi aspirasi yang sesuai peraturan perundangan disebabkan semangat gerakan massa bukanlah guna menghasilkan kekacauan.

Kesimpulan

Intelektual muda tidak disangkal selalu punya andil besar dalam sejarah bangsa ini. Di setiap zamannya, mereka bergerak dengan cara yang berbeda dan dinamis, maka saat ini mereka perlu melakukan revitalisasi gerakan. Meretas jalan perubahan tentu tidak semudah yang dibayangkan. Namun optimisme akan adanya kebangkitan peran harus tetap ada. Tentu saja itu dimulai dari segelintir orang yang sadar dan peka dengan kondisi bangsa ini. Bagai lilin di tengah kegelapan, mereka akan menjadi penerang untuk bersama-sama mewujudkan bangsa yang lebih baik dan bermartabat.

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. Jejak-jeka Jaringan Kaum Muslim. Jakarta: Mizan Publika, 2007.

Husaini, Adian. Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Liberalisme-Sekularisme. Jakarta: Gema Insani Press, 2005

Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam. Yogyakarya: Lkis, 2005

Khaidir, Piet H. Nalar Kemanusiaan NALAR Perubahan Sosial, Jakarta: Teraju, Mizan, 2006. hal 342

Ramadhan, Tariq. Menjadi Modern dengan Islam. Jakarta: Teraju, Mizan.

Afriadi Sanusi, Islam dan Isu Terorisme di Indonesia dalam http://www.hidayatullah.com/ kolom/opini/

http://webcache.googleusercontent.comglobal/generasi+muda+menghadpi+tantangan+dunia+kontemporer



[1] Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam. Yogyakarya: Lkis, 2005

[2] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Liberalisme-Sekularisme. Jakarta: Gema Insani Press, 2005

[3] Afriadi Sanusi, Islam dan Isu Terorisme di Indonesia dalam http://www.hidayatullah.com/ kolom/opini/

[4] Piet H. Khaidir, Nalar Kemanusiaan NALAR Perubahan Sosial, Jakarta: Teraju, Mizan, 2006. hal 342

[5]http://webcache.googleusercontent.comglobal/generasi+muda+menghadpi+tantangan+dunia+kontemporer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar